TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Eksklusivitas tayangan Liga Inggris (Premier League) di jaringan televisi berbayar mungkin tidak menjadi masalah bagi mereka yang memiliki kantong tebal.
Namun eksklusivitas ini membuat Premier League tidak bisa lagi disaksikan oleh semua kalangan di tanah air. Melepaskan hak siar dari monopoli menjadi hal yang ideal bagi masyarakat.
Dalam beberapa tahun terakhir meningkatnya pamor Premier League di dunia, khususnya Indoensia, memanggil naluri bisnis pengelola televisi swasta. Pada awalnya tayangan Premier League bisa disaksikan secara gratis oleh semua lapisan masyarakat Indonesia.
Kemudian pada 2007 jaringan televisi berbayar asal Malaysia memonopoli tayangan Premier League.
Jaringan itu hanya bertahan selama semusim sebelum akhirnya diambil alih oleh salah satu jaringan televisi swasta nasional. Selama tiga musim tayangan Premier League bisa diakses secara mudah, meski ada beberapa yang hanya ditayangkan melalui jaringan televisi berbayar.
Tahun ini situasi enam tahun lalu kembali terulang. Sebuah stasiun televisi swasta mengambil alih hak siar Premier League di Indonesia. Memang stasiun televisi ini menayangkan secara cuma-cuma sejumlah pertandingan Premier League, namun pertandingan klub-klub besar dikemas secara eksklusif dan hanya disiarkan melalui televisi berbayar milik mereka.
Komunitas-komunitas penggemar klub Premier League yang mayoritas klub-klub besar menjadi salah satu yang terkena dampak monopoli tersebut, seperti United Indonesia (Manchester United).
Ketua United Indonesia, Sahrial Muharam, menuturkan sejumlah chapter komunitasnya di berbagai daerah sebenarnya sudah mengantisipasi monpoli ini dengan berlangganan jaringan televisi berbayar, membeli parabola agar tetap bisa menyaksikan aksi skuat asuhan David Moyes, dan terakhir adalah menggelar acara nonbar alias nonton bareng.
“Tetapi kadang-kadang saya masih merasa kasihan terutama kepada chapter-chapter di luar pulau Jawa. Misalnya chapter-chapter kami di Papua, misalnya seperti Wamena, Sorong, Timika, Mimika, dan Jayapura,” tutur Sahrial kepada Tribun beberapa waktu lalu.
Sebenarnya United Indonesia juga memberikan fasilitas live streaming kepada para penggemar yang bisa diakses oleh para anggota melalui situs resmi mereka unitedindonesia.org. Sayangnya, fasilitas ini tetap tidak bisa mengakomodasi jutaan penggemar Manchester United di Indonesia.
“Sayangnya, karena begitu banyak orang mengakses, server kami tidak tahan sehingga jebol. Saat ini kami sedang membenahi UI TV agar bisa lebih banyak menampung user. Kelemahan lainnya dari UI TV ini adalah mereka-mereka yang berada di daerah dengan koneksi internet yang kurang bagus akan kesulitan menyaksikan pertandingan secara nyaman,” ujar Sahrial yang biasa disapa Moris.
Namun demikian, ekslusivitas tayangan Premier League juga melahirkan sisi positif. Sejak pembatasan tayangan komunitas bak kecipratan durian runtuh karena membership mereka meningkat.
“Dari segi membership, hal-hal seperti ini justru menambah jumlah anggota kami karena di rumah mereka tidak menyaksikan pertandingan sehingga datang ke tempat-tempat nobar United Indonesia,” jelas Moris.
“Jujur, kalau saya minta agar dikembalikan seperti awal dan tidak ada monopoli. Serahkan saja kepada stasiun televisi swasta nasional agar bisa dinikmati semua kalangan di seluruh Indonesia. Tidak terbatas lagi oleh pihak-pihak yang berduit dan mampu membayar iuran,” imbuh Moris yang diamini sejumlah pengurus United Indonesia.
Baca Juga:
Suara Penggemar: Jangan Monopoli Siaran Premier League
158 Tewas dalam Drama Penyekapan di Filipina
Sopir Fathanah Serahkan Uang ke Luthfi di SPBU Pancoran
YOUR COMMENT